Thursday, June 11, 2009

Indonesia-Malaysia, kapan sih damainya??

Beberapa hari ini heboh ya di TV masalah ambalat ini. Bahkan kemaren ada salah satu stasiun tv lokal yang jelas-jelas mengupas "kesalahan" dan "kejahatan" malaysia. Dan stasiun tv itu jelas-jelas menuntut pemerintah mengambil tindakan tegas dan mendesak perang dengan Malaysia.
Nah, pertama perlu kita ketahui dahulu apa sih yang menyebabkan masalah Ambalat ini?
Menurut Wikipedia Ambalatadalah blok laut luas 15.235 kilometer persegi yang terletak di laut Sulawesi atau Selat Makassar milik negara Indonesia sebagai negara kepulauan.
Sebetulnya masalah ini sudah ada sejak 5 tahun lalu. Masalah ini menjadi panas lagi setelah beroperasinya kapal perang Diraja Malaysia. Indonesia dan Malaysia saling klaim terhadap wilayah lautnya di Ambalat. Walaupun menurut hukum Internasional Ambalat adalah wilayah sengketa bukan berarti Patroli Kapal Malaysia dibenarkan masuk ke wilayah Indonesia. dan hanya Tuhan yang tau apakah itu Provokasi malaysia atau navigasi kapal itu meleset.
Bukan berarti aparat yang bertugas di Perairan Ambalat diam saja. Kapal perang Indonesia yang beroperasi di perairan Ambalat selama ini selalu mencoba mengusir kapal perang Malaysia yang melakukan pelanggaran tersebut. Namun, tidak ada tindakan yang lebih keras dari itu. Akibatnya, pelanggaran terhadap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh Malaysia terus terjadi.
Itu terjadi, karena dalam menghadapi pelanggaran wilayah di perairan Ambalat, Kalimantan Timur, pasukan TNI di lapangan berada dalam dilema. Mereka tidak ingin pasukan lain melanggar wilayah Indonesia, tetapi peraturan melarang mereka untuk mengambil sikap permusuhan.Berdasarkan rule of engagement atau aturan pelibatan yang berlaku saat ini, yakni surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep/158/IV/2005 tanggal 21 April 2005 tentang Aturan Pelibatan Unsur TNI AL di wilayah perairan Kalimantan Timur Perbatasan RI-Malaysia di Masa Damai mengharuskan TNI AL pada sikap banyak mengalah. Baik dalam menghadapi niat permusuhan maupun menghadapi tindakan permusuhan.
Dalam aturan itu, pihak TNI AL hanya boleh melepaskan tembakan setelah diawali keluarnya tembakan dari Malaysia terlebih dahulu. Dengan peraturan tersebut, kapal perang Indonesia bahkan tidak bisa mengeluarkan tembakan peringatan atas kapal Malaysia yang melanggar. Tidak adanya tindakan tegas dari pihak Indonesia ini membuat pelanggaran terhadap wilayah Indonesia di Ambalat terus terulang.
Demi mendengar ada kapal malaysia yang masuk ke wilayah Indonesia, banyak Rakyat yang bersuara lantang. PERANG!, Ganyang Malingsia!,Bila kata-kata tidak didengar, maka bertindaklah. Jika Harga diri sudah dihina jangan takut untuk membela. Dan masih banyak kata-kat lainnya yang berorientasi Say Yes for War!
Saya, sebagai mahasiswa yang notabene belajar Ilmu Administrasi negara (yang substansinya berkaitan dengan ilmu politik) tentu saja sering bersinggungan dengan ceramah sengketa Ambalat ini di kelas. Dosen-dosen saya pendapatnya lain-lain, ada yang berpendapat Diplomasi harus terus berjalan, ada yang berpendapat Perang saja, Ada juga yang berfikir lebih baik dibawa ke Mahkamah Internasional.
Saya Pribadi, saya suka opsi damai. Diplomasi jalan terus, asal maksimal dan harus ditaati oleh kedua belah Pihak.
Presiden SBY, di acara Ring Politik ANTV hari minggu yang lalu menyatakan bahwa NKRI adalah harga mati, jika memang Diplomasi tidak bisa mengakhiri sengketa tentu saja harus ditempuh jalan perang.
Perkataan Presiden itu bukan berarti menyatakan harus perang. Ditempuh dahulu jalan Diplomasi, jika memang sudah benar-benar tidak bisa dihindari maka barulah dilakukan Perang.
tapi saya, sebagai warga Indonesia seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, lebih suka jalan damai saja. Perang, apapun alasannya pasti mengakibatkan penderitaan untuk kedua pihak. Bukan hanya yang kalah atau menang, Presiden atau TNI, masalah di wilayah konflik atau tidak, pasti merasakan akibat buruk dari perang tersebut. Situasi ekonomi dalam negeri pasti terkena dampak. Apa kabar rakyat yang ada di Pedalaman sana jika terjadi perang. tanpa perang saja mereka susah. Bukan memikirkan besok mau makan apa, hari ini makan saja belum tentu.
Seperti saya ceritakan sebelumnya, saya mempunyai Organizer yang isinya macam-macam. termasuk draft tulisan ini juga saya tulis disana. Ketika Draft itu dibaca teman saya yang kebetulan seorang aktivis, dia langsung mengajak saya berdebat masalah opini saya ini.
Dia bilang saya WNI yang tidak Nasionalis, Neolib, lebih suka membela Negara lain yang bukan negara saya. Saya hanya tersenyum-senyum mendengar tuduhannya yang sebenarnya sangat menyakitkan hati itu.
Saya menunjukkan nasionalisme saya dengan cara sendiri. Saya menunjukkan saya cinta Indonesia dengan cara mendukung Diplomasi. Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, perang itu membawa dampak yang tidak baik untuk Negara. Justru karena saya yakin Nasionalisme saya tidak kalah dengan Pak Presiden saya tidak suka perang. Saya tidak suka melihat Saudara-saudara saya sesama bangsa Indonesia menderita. Saya tidak suka melihat hidup mereka semakin susah, semakin terjepit diantara masalah negara yang ruwet ini.
Justru karena Nasionalisme saya tidak kalah dengan Pak Presiden saya tidak mau anggaran negara digunakan untuk membeli senjata, untuk menambah amunisi perang. Saya lebih suka melihat uang untuk alusista itu digunakan untuk tambahan subsidi pendidikan, kesehatan, atau untuk pembangunan Infrastruktur yang jauh lebih berguna untuk rakyat kecil.
Dan lagi, dari segi persenjataan dan tekhnologi kita kalah dari Malaysia. Mereka memang negara kecil, tapi tekhnologi mereka harus diakui lebih maju dari kita. Dan lagi, kita perang menggunakan senjata, bukan nasionalisme. tidak cukup dengan keyakinan saja kita bisa mengalahkan mereka. Kita juga harus punya peralatan super canggih, nah itu yang belum bisa kita punya.
Ada juga teman saya mengatakan Perang terhadap Malaysia bisa menjadi pembuktian untuk TNI, agar mereka tidak makan gaji buta padahal tidak melakukan apa-apa.
Saya yakin, TNI adalah ujung tombak pertahanan Indonesia. Tanpa TNI negara kita pasti akan mudah ditembus pertahanannya. Jadi teman-teman, marilah kita melihat sesuatu dari sudut pandang berbeda, janganlah kita mengingat keburukannya, Ingatlah jasa-jasa apa yang sudah dilakukan Prajurit-prajurit TNi demi mempertahankan bangsa kita. Jadi janganlah mengkaitkan masalah Ambalat ini dengan Loyalitas TNI. Karena saya yakin, loyalitas mereka juga tidak kalah dengan Pahlawan yang gugur ketika mempertahankan kemerdekaan.
Jadi, selama Diplomasi Indonesia-Malaysia masih berjalan, kita sebagai Warga negara harus tetap Dingin. Karena yakinlah, jalan terbaik tetap dengan diplomasi dan perdamaian. Karena perang, apapun alasannya hanya membawa kesengsaraan.
NKRI memang harga mati. Tapi, Perang juga bukan Harga Mati jika masih bisa diselesaikan dengan Diplomasi.

1 comment:

ciwir said...

begitulah, rebutan kekuasaan dan wilayah karena kekayaan alam...